Mengenal Tokoh : Washil Al-Atha’

Si Cadel yang Fasih
Tulisan ini terinspirasi dari lembaran yang pernah saya baca tentang ilmu balaghoh khususnya membahas tentang ilmu ma’ani. Tidak memperpanjang lebar saya lanjut ke topik pembahasan. Saya akan membahas seorang tokoh pakar linguistik dan balaghah. Beliau menjadi rujukan para ahli sastra arab. Tapi anehnya beliau seorang cadel atau kata lain tidak fasih. Seperti yang kita ketahui kefasihah dalam berbicara berdasarkan ilmu balaghoh (ilmu retorika) merupakan satu indikator sehingga seseorang tersebut dapat dikatakan fasih. Namun, kenyataannya kecadelan yang ia miliki malah membuat beliau semakin mashur di kalangan pakar bahasa dan sastrawan. Siapakah dia ?
Dia adalah Wasil bin Atha’, beliau adalah murid dari Hasan Al-Bashri. Siapa yang tidak mengenal Hasan Al- Bashri, ulama dan cendekiwan muslim berasal dari kota Bashrah yang hidup di zaman kekhalifahan Umayyah yang telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal dimana-mana. Maka tidak heran jika murid yang belajar dengan beliau juga hebat. Wasil bin Atha’ seorang pakar teologi sekaligus pakar linguistik dan balaghah namun beliau memiliki kelemahan yaitu kesulitan mengucapkan huruf ra’. Kesulitan ini dikenal dengan “al-lutsghah” yaitu memiliki masalah dalam artikulasi salah satu bunyi. Fenomena yang menarik yang terjadi pada Wasil bin Atha’ yaitu ketidakmampuan mengucapkan huruf ra’ namun tidak menganggu proses komunikasinya. Malah kekurangannya tersebut membuat beliau semakin mashur. Kok bisa ?
Karena beliau mampu menghindar setiap kata yang mengandung huruf ra’ dalam setiap kata yang diucapkannya. Bisa dikatakan bahwa beliau tidak pernah sama sekali mengucapkan huruf ra’ dalam setiap kata dan kalimat yang dipaparkan. Semua kata yang berkaitan dengan huruf ra’ secara spontanitas beliau ganti dengan kata lain yang memiliki makna yang sepadan, yang tidak memiliki huruf ra’. Ini fenomena yang menakjubkan bukan ? bisa secara spontan mengubah kata, dapat dikatakan otaknya memiliki daya fokus yang sangat tajam dan proses yang sangat cepat, sehingga dapat mengganti kata yang tidak bisa beliau ucapkan ke kata yang memiliki makna yang sepadan.
Sebagai rujukan ketika Wasil bin Atha’ ingin mengucapkan البرّ (al-birr), beliau ganti menjadi القمح (al-qamhu), kata المطر (al-mathar) beliau ganti menjadi الغيث (al-ghaits). Dan masih banyak lagi kejadian menarik dari Wasil bin Atha’ dalam mengubah huruf ra’. Disini juga membuktikan bahwasannya bahasa arab memilki pembendaharaan yang sangat luas sehingga Wasil bin Atha’ dapat mengganti dengan kata lain yang memiliki makna yang sama. Al-Mubarrid dalam kitab al-kaamil berkata bahwa Wasil bin Atha’adalah sebuah keajaiban, karena beliau sangat parah di huruf ra’ nya, tapi beliau mampu membersihkan semua perkataannya dari bunyi ra’ tanpa harus berfikir.
Namun, sangat disayangkan Wasil bin Atha’ memilih memisahkan diri dari gurunya Hasan Al-Bashri karena berbeda pendapat. Dan akhirnya mendirikan aliran muktazilah. Aliran Muktazilah akan saya bahas di pembahasan selanjutnya. Bahasan ini tidak kalah menarik. Selamat menanti…
Wallahu A’lam.